Jum. Mei 10th, 2024
Apa Itu Kaldu? Ini Penjelasan, Sejarah dan Perkembangannya - Featured ImageApa Itu Kaldu? Ini Penjelasan, Sejarah dan Perkembangannya - Featured Image
Bagikan artikel ini:

Apa Itu Kaldu – Ada beragam jenis kaldu yang menjadi bahan makanan berupa kuah yang terbuat dari ekstrak tulang, daging, dan sayuran. Ekstrak dari bahan-bahan tersebut menghasilkan sari makanan dengan cita rasa yang khas. Biasanya, kaldu paling umum berasal dari kaldu ayam, kaldu sapi, dan kaldu ikan. Kaldu tulang juga kerap dijadikan sebagai elemen makanan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh karena kandungan nutrisinya yang kaya.

Kaldu memiliki tempat istimewa dalam berbagai masakan atau hidangan, digunakan untuk memperkaya rasa dan memberikan aroma yang khas pada hidangan tersebut. Kaldu tulang tetap menjadi komponen penting dalam berbagai masakan dan hidangan sehari-hari. Baik koki restoran maupun ibu rumah tangga seringkali mengandalkan kaldu ini untuk menyajikan hidangan seperti sup, semur, saus, dan lainnya.

Bagaimana dengan sejarah dan evolusi kaldu? Apakah Anda pernah mendengarnya?

Apa Itu Kaldu dan Asal usulnya

Berbagai peradaban di berbagai belahan dunia telah menjadi cikal bakal munculnya kaldu tulang selama ribuan tahun hingga mencapai popularitasnya saat ini. Lebih dari 2.500 tahun yang lalu, dalam pengobatan Tiongkok kuno, kaldu tulang digunakan untuk memperkuat ginjal dan mendukung kesehatan pencernaan. Sejak itu, kaldu tulang menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi kuliner Asia, sering dijadikan sebagai dasar untuk sup-supa khas Cina, Korea, dan Jepang.

Di zaman Yunani kuno, Hippocrates, yang dianggap sebagai bapak kedokteran, juga mengamati manfaatnya terhadap masalah pencernaan dan detoksifikasi. Bahkan, ada pepatah di Amerika Selatan yang menyatakan bahwa “kaldu yang baik dapat menghidupkan orang mati,” menyoroti khasiat luar biasa dari kaldu tulang.

Pada abad ke-12, kaldu tulang mulai mendapat perhatian luas dan dijuluki sebagai “penisilin Yahudi” setelah dokter terkenal Maimonides merekomendasikannya kepada pasien-pasiennya. Ia menggambarkannya sebagai “makanan yang sangat baik dan memiliki efek penyembuhan.” Sejak saat itu, berbagai jenis kaldu tulang semakin populer dan digunakan secara luas di seluruh dunia.

Baca Juga  Potret Daerah Penghasil Rempah Terbesar di Indonesia yang Perlu Diketahui

Sekarang, bahkan di daerah dengan iklim tropis seperti Karibia, kaldu tulang menjadi konsumsi umum. Di sana, sarapan dengan kaldu kaki sapi yang kaya akan kolagen menjadi favorit karena konon baik untuk memperkuat daya tahan tubuh, sehingga banyak orang yang menikmatinya sebagai bagian dari rutinitas pagi mereka.

Di zaman nenek moyang kita, yang hidup sebagai pemburu-pengumpul, pembuatan kaldu tulang menjadi kebutuhan yang penting. Mereka tidak membuang-buang bagian hewan karena setiap potongan memiliki nilai yang tinggi. Dalam situasi di mana memburu hewan saja merupakan pencapaian luar biasa, setiap bagian hewan menjadi berharga, dari daging hingga tulang, kuku, isi perut, dan kulit.

Pemburu-pengumpul menguasai seni memanfaatkan setiap bagian hewan dengan cermat, menggunakan semua yang bisa dimakan dan bahkan hal-hal yang tidak bisa dimakan seperti kulit untuk membuat tempat berlindung, pakaian, senjata, dan perkakas.

Namun, ada beberapa bagian hewan yang sulit untuk dikonsumsi, seperti tulang, kuku, dan buku jari, yang juga tidak berguna untuk perlindungan atau pakaian. Solusi yang ditemukan adalah dengan membakar bagian-bagian tersebut.

Nenek moyang kita segera menyadari bahwa panas dapat memecahkan tulang hewan yang keras dan melepaskan nutrisinya. Awalnya, mereka mungkin menggunakan batu panas untuk memanaskan tulang dan menghancurkannya. Tentu saja, proses ini dilakukan tanpa alat pelindung yang modern, sehingga diperkirakan ada banyak cedera seperti luka bakar pada jari manusia gua selama proses tersebut.

Memanfaatkan Panci

Memanfaatkan Panci
Memanfaatkan Panci

Meskipun terdengar sederhana, penemuan panci pada zaman kuno menjadi tonggak penting dalam perkembangan kaldu. Daripada mengandalkan metode menjatuhkan batu panas ke dalam bangkai hewan, orang dapat menggunakan panci dengan cara meletakkan tulang di dalamnya, menggantungnya di atas api, dan membiarkannya merebus selama beberapa jam.

Nenek moyang kita kemudian mulai menambahkan bahan makanan lain yang lebih mudah didapat seperti sayuran, umbi-umbian, dan berbagai jenis bahan lainnya ke dalam kaldu primitif tersebut. Dengan demikian, kaldu ini menjadi makanan yang lebih kaya dan seimbang secara gizi. Inilah titik awal dari dikenalnya kaldu tulang modern, yang terdiri dari kombinasi tulang, air, sayuran, bahan asam, serta berbagai rempah dan bumbu.

Baca Juga  8 Tingkat Kematangan Steak, Panduan Memahami Steak

Penyebaran Kaldu di Berbagai Budaya

Kaldu tulang memiliki banyak nama yang berbeda di seluruh dunia, seperti bouillon di Prancis, caldo di Spanyol dan Portugal, dan brodo di Italia. Sejarah panjang kaldu tulang telah membuktikan keberhasilannya dalam mempertahankan reputasi sebagai hidangan yang bermanfaat bagi kesehatan dan kaya akan rasa.

Kaldu, atau bru dalam bahasa Jerman, secara harfiah berarti “membuat sesuatu dengan merebus.” Konsep kaldu tulang memang sederhana seperti itu. Hidangan ini telah melintasi batas-batas internasional dan menjadi bagian integral dari masakan tradisional Asia. Di banyak hidangan tradisional Cina, kaldu tulang digunakan untuk membuat sup ringan dengan tambahan sayuran, membantu membersihkan mulut dan meningkatkan pencernaan.

Di Korea, terdapat hidangan bernama seolleongtang, yang terbuat dari tulang sapi, dan di Jepang ada tonkotsu, sebuah sup mie yang dibuat dari tulang babi. Kedua hidangan ini memiliki peran penting dalam variasi kaldu.

Di Amerika Selatan, kaldu tulang sangat dihargai karena manfaat kesehatannya. Bahkan, kaldu tulang telah menyebar hingga ke Karibia, di mana masyarakat setempat menyantap sup kaki sapi sebagai sarapan sehat dan untuk membantu penyembuhan berbagai penyakit.

Perkembangan Kaldu

Selama beberapa abad terakhir, perkembangan teknologi telah secara dramatis memperluas penggunaan kaldu tulang. Pada era Victoria, orang mulai mengekstrak gelatin dari kaldu tulang untuk membuat berbagai jenis jeli. Awalnya, gelatin tersebut dijual oleh pedagang jalanan, namun harus dimurnikan sendiri oleh pembeli, yang merupakan proses yang memakan waktu. Pada tahun 1845, seorang industrialis Amerika bernama Peter Cooper berhasil mematenkan gelatin powder. Inilah yang menjadi awal dari munculnya kaldu bubuk seperti yang kita kenal saat ini.

Pada saat yang sama, kaldu tulang buatan sendiri menjadi sangat populer selama masa revolusi industri. Ini terjadi karena kenaikan biaya bahan bakar menyebabkan orang kesulitan untuk memanaskan kaldu mereka di rumah, karena tidak mampu lagi membeli gas untuk memanaskan kompor mereka selama berjam-jam.

Baca Juga  Bumbu Ngohiong: Bumbu Utama Dalam Masakan Cina

Selanjutnya, dengan orang-orang yang bekerja lebih lama dan bepergian lebih sering, para penemu menemukan cara kreatif untuk membuat kaldu tulang menjadi lebih praktis. Mulai dari pembuatan dan penggunaan kaldu bubuk dan kaldu balok yang lebih mudah digunakan.

Saat ini, kaldu instan buatan berbagai perusahaan tersedia secara luas dan digunakan oleh masyarakat, bahkan di Indonesia. Kaldu instan ini dapat berupa pasta kental, kubus, atau berbentuk kaldu bubuk. Di Indonesia, kaldu instan mudah ditemukan dalam berbagai merek yang terkenal seperti Royco, Masako, Knorr, dan masih banyak lagi.

MSG vs Kaldu Tulang: Perbandingan

MSG vs Kaldu Tulang: Perbandingan
MSG vs Kaldu Tulang: Perbandingan

Saat seorang ahli biokimia Jepang, Kikunae Ikeda, menemukan Monosodium glutamat (MSG) yang terkenal, ini menjadi cara baru untuk meniru rasa penyedap daging. Penemuan ini terjadi pada tahun 1908, dan banyak perusahaan makanan mulai menggunakannya dalam produk mereka. Meskipun produsen makanan besar terkesan dengan kemampuan MSG untuk memberikan rasa yang mirip dengan kaldu, namun MSG tidak memiliki nutrisi seperti kaldu asli.

Seiring berjalannya waktu, MSG dan kaldu tulang berada dalam situasi yang beriringan. Banyak orang yang menggunakan MSG sebagai penyedap rasa, namun kehadiran MSG tidak bisa menggantikan keunikan rasa dan nilai gizi dari kaldu tulang asli. Kaldu tulang, terutama yang terbuat dari tulang, dipandang sebagai makanan yang sehat. Dengan meningkatnya kesadaran akan kesehatan, orang-orang mulai memilih produk makanan organik dan menikmati makanan tanpa MSG.

Masyarakat yang peduli akan kesehatan tidak lagi puas hanya dengan membeli produk kaldu termurah di toko kelontong, yang biasanya hanya memberikan kepuasan pada indera perasa. Saat ini, banyak orang rela mengeluarkan lebih banyak uang untuk membeli kaldu tulang asli atau bahkan membuatnya sendiri di rumah dengan membeli tulang dari pemasok daging lokal. Keuntungan membuat kaldu tulang sendiri adalah dapat menggunakan rempah-rempah dan bahan herbal yang segar, yang dapat menambah kesegaran rasa kaldu.

Buzz Biteyear

By Buzz Biteyear

To infini-tea and BEE-yond the scrumptious galaxy of flavors, where every bite is an interstellar delight! Join Buzz Light-yearning for a taste of adventure as he explores the delectable universe of cuisine, from Pizza Planet to the Milky Way-cake. Get ready to savor your way to infini-tea and BEE-yond!